pengertian ulumul qur an secara etimologi dan terminologi

AlQur'an menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa arab : "qara'a - yaqra'u - quraanan" yang berarti bacaan. Lafal qur'an merupakan bentuk masdar dari kata qara'a yang diberi arti isim maf'ul, sehingga artinya menjadi yang dibaca (maqru').Menurut Ash Shubhi Sholeh, pendapat ini lebih kuatdan lebih tepat, karena dalam bahasa arab lafal Al-Qur'an adalah bentuk Matakuliahstudi Qur'an di PTAI masih menggunakan sebuah kitab-kitab klasik Ulum al-Qur'an, dan pada saat yang sama juga, mengenalkan sebuah aplikasi hermeneutika sebagai sebuah alternatif pendekatan dalam memahami ayat-ayat. 3 Adapun pengertian Al-Qur'an secara terminologi adalah Kalam Allah swt yang merupakan sebuah mukjizat yang ASBABUNNUZUL A. Pengertian Asbabun Nuzul Secara etimologi asbab al nuzul terdiri dari kata "asbab" (bentuk jamak dari kata "sababa") yang artinya sebab-sebab. Sedang kata "nuzul" berasal dari kata "nazala" yang berarti turun Asbab Al-Nuzul adalah sebab-sebab diturunkannya ayat Al-Qur'an. Menurut istilah atau secara NAMA Efi Zuliyana NPM: 2101013005 MK: Ulumul Qur'an KODE:(UQ097G) Jawaban UTS Ullumul Qur'an. E. Evizuliyana15. Download Download PDF. Full PDF Package Download Full PDF Package. This Paper. A short summary of this paper. 29 Full PDFs related to this paper. 1 Pengertian Ulum Al-Qur'an secara Etimologi. Secara etimologi, 'Ulum Al-Qur'an terdiri dari dua kata, yakni 'Ulum dan Al-Qur'an. 'Ulum adalah jama' dari Al-'Ilim yang berarti membaca atau mengumpulkan.[13] Para filsafat mendefinisikan kata "Ilmu" sebagai suatu gambaran tentang sesuatu yang terdapat pada akal. Meilleur Site De Rencontre Au Québec. Apa itu Ilmu Ulumul Quran dan Apa Saja Ruang Lingkupnya? 9 Maret 2022 Pengertian Ulumul Quran adalah mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan ilmu serta penafsiran dari Alquran. Ulumul Quran juga bisa diartikan sebagai metode dalam mencari hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain, termasuk juga cara menerima wahyu oleh Nabi Muhammad SAW. Pengertian Ulumul Quran dan Penjelasan Lengkapnya Ulumul Quran terdiri dari 2 kata yakni Ulum dan juga Alquran. Dari kedua kata tersebut bisa diartikan jika Ulumul Quran, merupakan ilmu yang membahas mengenai ilmu Alquran atau ilmu yang membahas mengenai Alquran. Selain itu, terdapat juga pengertian Ulumul Quran, dari para ulama, seperti yang berikut ini 1. Al-Zarqoni Ulumul Quran adalah ilmu-ilmu yang membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Alquranul karim, yaitu dari aspek turun, sususan, pengumpulan, tulisan, bacaan, penjelasan tafsir, mukjizat, nasikh, mansukhnya, serta menolak terhadap hal-hal yang dapat mendapatkan keraguan terhadapnya Alquran. 2. Muhammad Ali al-Shabuni Ulumul Quran adalah ilmu-ilmu yang membahas tentang turunnya Alquran, pengumpulannya, susunannya, pembukuannya, sebab-sebab turunnya, makkiyah, dan madaniyah, serta mengenai nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, dan lain-lain yang sehubungan dengan Alquran. 3. As-syuthi Pengertinan yang diberikan adalah ilmu yang membahas seluk-beluk Alquran. Diantaranya yaitu yang membicarakan aspek turunnya, sanadnya, bacaannya, lafaznya, maknanya yang berhubungan dengan hukum, dan lain sebagainya. Dari pengertian di atas bisa disimpulkan jika Ulumul Quran adalah sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Alquran berikut dengan petunjuk yang ada di dalamnya. Sejarah Jada Pinkett Smith Is Treating Her Hair Loss With Steroids They Seem to Be Helping’ lixus labs big pharma one of the worst mass murderers in history must be held accountable – Perkembangan Ulumul Qur’an Pada saat pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, Islam mengalami perkembangan yang luas. Bahkan, sudah banyak orang Arab yang bercampur dan berinteraksi dengan orang asing. Dalam hal ini, percampuran serta akulturasi budaya yang terjadi memicu rasa khawatir dari para sahabat. Dari rasa khawatir tersebut, ayat Alquran mulai disalin dan dijadikan sebagai dasar Ulumul Quran atau yang disebut juga dengan sebutan Al rasm Al-Utsmani. Untuk selanjutnya, Ulumul Quran memasuki masa pembukuan yang dilakukan pada abad ke 2 H. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran Ruang lingkup pembahasan dari Ulumul Quran sangatlah luas. Di dalamnya terdapat pembahasan mengenai ilmu yang berkaitan dengan Alquran, seperti halnya ilmu agama yang didalamnya juga meliputi ilmu tafsir serta ilmu-ilmu bahasa Arab. Mempelajari Ulumul Quran juga mencakup bahasan dai sisi tentang pembacaan, tertib mengenai penulisan, hingga asbabun Nuzul. 2 Pokok Bahasan Ilmu Ulumul Quran Terdapat 2 pokok bahasan dalam Ulumul Quran. Pokok bahasan yang dimaksud adalah sebagai berikut Ulumul Quran memiliki hubungan dengan dirayah. Ilmu ini diperoleh dengan cara penelaahan yang mendalam seperti saat memahami lafadz yang asing serta mengetahui makna dari ayat yang berhubungan dengan hukum. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti halnya ilmu mengenai macam qira’at, tempat dimana ayat Alquran turun, serta waktu, dan .sebab diturunkannya ayat tersebut/ Dari pengertian Ulumul Quran di atas, maka bisa disimpulkan jika Ulumul Quran bisa digunakan untuk mengetahui isi kandungan Alquran. Dengan demikian, umat juga bisa memahami serta mengamalkannya dengan baik untuk kehidupan sehari-hari. Selain itu, mereka yang memiliki niatan untuk menafsirkan Alquran sebaiknya menguasai dulu Ulumul Quran. Tertarik ingin mencetak Alquran dan juga buku-buku Islam untuk berbagai keperluan, terutama sekolah dan pengajian juga jamaah? Anda bisa segera menghubungi jasa percetakan alquran terbaik dan terpercaya di Gema Risalah Press. Segera hubungi untuk info serta konsultasi pemesanan yang lebih lanjut. Ditemukan banyak pendapat seputar pengertian al-Quran secara terminologi, diantaranya adalah ; Pengertian al-Quran menurut al-Asfahani; al-Quran secara khusus didefinisikan sebagai kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dan menjadikannya sebagai sumber pengetahuan, sebagaimana kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Pengertian al-Quran menurut Manna’ al-Qaththaan ; Al-Quran al-Karim adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Nabi Muhammad saw untuk mengeluarkan manusia dari suasana gelap menuju yang terang, serta membimbing, mereka ke jalan yang lurus … Dia al-Quran adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, dengan perantaraan malaikat Jibril as. Ia tertulis pada mashahif’, diriwayatkan kepada kita dengan mutawātir, membacanya terhitung ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas. Pengertian al-Quran dalam Ensiklopedi al-Quran ; Al-Quran adalah kalam Allah yang menjadi mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan lafaz dan maknanya dari dengan perantaraan malaikat Jibril as yang tertulis dalam mushaf yang disampaikan secara mutawatir, dimulai dengan Surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Keempat versi pengertian al-Quran yang sempat penulis kutip tersebut, terlihat bahwa kesemuanya memiliki banyak persamaan. Bahkan, dua definisi yang disebutkan terakhir nomor 3 dan 4, kelihatannya sangat identik. Karena itu, kesemua pengertian al-Quran yang telah disebutkan di atas dapat diperpegangi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibatasi bahwa al-Quran secara terminologi adalah kalam Allah yang mengandung kemukjizatan dan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sebagai pedoman hidup bagi umat Islam secara khusus dan pedoman umat manusia secara umum. Dengan batasan seperti ini, maka al-Quran bukanlah kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya. Pada sisi lain, keotentikan al-Quran tidak sama dengan Taurat dan Injil, atau kitab-kitab lainnya. Referensi Makalah Kepustakaan Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an dialihbahasakan oleh Muhammad Qadirun Nur dengan judul Ikhtisar Ulumul Qur’an Cet. I; Jakarta, Pustaka Amani, 1988. Tim Penyusun Yayasan Bimantara, Ensiklopedi Al-Qur’an Cet. I; Jakarta Yayasan Bimnatara, 1997. Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi dan Terminologi - Kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. adalah al-Qur’an. Setiap muslim wajib mengimani al-Qur’an dan juga kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya, yaitu Zabur, Taurat dan Injil. Al-Qur’an berfungsi untuk membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya. Kita sebagai seorang muslim seharusnya mengenal al-Qur’an sebagai pedoman hidup way of life. Untuk mengenal al-Qur’an, hendaknya dimulai dengan memahami apa pengertian al-Qur’an serta segala hal yang berkaitan dengannya. Dan yang paling penting lagi adalah memahami isinya, untuk selanjutnya dapat melaksanakan ajaran-ajaranya. Bagi Nabi Muhammad saw., al-Qur’an berfungsi sebagai mu’jizat yang terbesar yang berlaku kekal abadi. Sebagai kitab mu’jizat, al-Qur’an tidak mungkin dapat ditiru dari aspek manapun dan oleh siapapun, karena alQur’an adalah benar-benar wahyu dari Allah Swt. Para ulama dalam bidang ilmu al-Qur’an telah mendefinisikan al-Qur’an menurut pemahaman mereka masing-masing, baik secara etimologi maupun terminologi. Secara etimologi para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan alQur’an. Berikut adalah beberapa pendapat tersebut Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi Menurut al-Lihyany w. 215 H dan segolongan ulama lain Kata Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja fi'il. Qoroa artinya membaca, dengan perubahan bentuk kata/ tasrif Qoroa-Yaqrou - Qur'ana. Dan tasrif tersebut, kata Qur'ana artinya bacaan yang bermakna isim maf'ul artinya dibaca. Karena al-Qur’an itu dibaca maka dinamailah al-Qur’an. Kata tersebut selanjutnya digunakan untuk kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. Pendapat ini berdasarkan ¿rman Allah Swt. sebagaimana yang termaksud dalam QS. al-Qiyamah ayat 17-18. Menurut Al-Asy’ari w. 324 H dan beberapa golongan lain Kata Qur’an berasal dari lafaz Qorona yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan huruf-hurufnya beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lain. Menurut Al-Farra’ w. 207 H Kata al-Qur’an berasal dari lafad Qoroinu merupakan bentuk jama’ dari kata Qorinati yang berarti petunjuk atau indikator, mengingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain saling membenarkan. Dan kemudian dijadikan nama bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Menurut Az-Zujaj w. 331 H Kata Qur’an itu kata sifat dari al-qor'u yang sewazan seimbang dengan kata pu'lan yang artinya al-jam'u kumpulan. Selanjutnya kata tersebut digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisahkisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Menurut Asy-SyaĮ’i w. 204 H Kata al-Qur’an adalah isim ’alaam, bukan kata bentukan isytiqa'q dari kata apapun dan sejak awal memang digunakan sebagai nama khusus bagi kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana halnya dengan nama-nama kitab suci sebelumnya yang memang merupakan nama khusus yang diberikan oleh Allah Swt. yaitu Zabur Nabi Dawud as., Taurat Nabi Musa as. dan Injil Nabi Isa as.. Menurut Abu Syuhbah dalam kitabnya yang berjudul al-Madkhal li Dirasah Al-Qur’an al-Karim, dari kelima pendapat tersebut di atas, pendapat pertamalah yang paling tepat yakni menurut al-Lihyani yang menyatakan bahwa kata alQur’an merupakan kata bentukan isytiqaq dari kata Qoroa dan pendapat inilah yang paling masyhur. Ditinjau dari pengertian secara terminologi, para ulama’ juga berbeda-beda pendapat dalam mende¿nisikan al-Qur’an. Perbedaan itu terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan perbedaan dalam menyebutkan unsur-unsur, sifat-sifat atau aspek-aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri yang memang sangat luas dan komprehensif. Semakin banyak unsur dan sifat dalam mende¿nisikan al-Qur’an, maka semakin panjang redaksinya. Namun demikian, perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat prinsipil, justru perbedaan pendapat tersebut bisa saling melengkapi satu sama lain, sehingga jika pendapatpendapat itu digabungkan, maka pemahaman terhadap pengertian al-Qur’an akan lebih luas dan komprehensif Pengertian Al-Qur'an Secara Terminologi Syeikh Muhammad Khudari Beik Dalam kitab Tarikh at-Tasyri al-Islam, Syeikh Muhammad Khudari Beik mengemukakan defnisi al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Qur’an ialah lafaz ϔirman Allah Swt. yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad saw., untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.” Subkhi Shalih Subkhi Shalih mengemukakan defnisi al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Qur’an adalah kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.” Syeikh Muhammad Abduh Sedangkan Syeikh Muhammad Abduh mendefnisikan al-Qur’an dengan pengertian sebagai berikut Artinya “Kitab al-Qur’an adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang yang menjaganya dengan menghafalnya yakni orang-orang Islam.” Unsur Pengertian Al-Qur'an Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan beberapa unsur dalam pengertian al-Qur’an sebagai berikut Al-Qur’an adalah ¿rman atau Kalam Allah Swt. Al-Qur’an terdiri dari lafal berbahasa Arab Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw. yang diturunkan dengan perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an disampaikan dengan cara mutawatir berkesinambungan. Al-Qur’an merupakan bacaan mulia dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an ditulis dalam mushaf-mushaf, yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas Al-Qur’an senantiasa terjaga/terpelihara kemurniannya dengan adanya sebagian orang Islam yang menjaganya dengan menghafal al-Qur’an. Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi dan Terminologi Oleh DEFINISI dan ANATOMI AL-QURANPengertian Al-Qurana. Secara etimologi bahasa, salah satunya menurut Imam Syafi’i al-quran itu isim alam murtajal yaitu tidak memiliki arti Secara terminologi istilah, salah satunya al-quran adalah kalam Allah yangditurunkan kepada nabi Muhammad SAW.Nama-Nama Al-Qurana. Al-Kitabb. Al-Furqonc. Adz-Dzikird. Al-Burhane. At-TanzilANATOMI AL-QURANAl-Quran berisi surah dan ayat.Pengertian AyatSecara bahasa atau etimologi ayat berarti1. Mu’jizat2. alamat3. ibrah4. Amr ajib5. Burhan wa dalilSecara istilah atau terminologi ayat adalah sekumpulan lafadz yang memiliki permulaan dan akhiran yang terhimpun dalam sebuah surah Al-Quran.Tata Urut Ayat-Ayat Al-QuranMenurut ijma’ ulama sepakat bahwa urutan Al-Quran adalah tauqifi, karena setiapmalaikat jibril datang membawa wahyu juga memberi petunjuk penempatannya, sehingga ditulis oleh para sahabat melalui Nabi Muhammad SAW.Nabi bertadarus dengan malaikat jibril pada tahun terakhir hidupnya Nabi.Pengertian SurahSecara bahasa atau etimologia. Tempat pemberhentianb. Kemuliaan Secara istilah atau terminologi surah adalah sekumpulan ayat-ayat Al-Quran yang berdiri sendiri dan memiliki pembuka dan penutup. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah Islam dan Iman kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutinya. Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari bersama ilmu ushul fiqh yang merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting dalam kajian agama Islam. A. Apa itu Ushul Fiqh? 1. Pengertian Ushul Fiqh Secara Etimologi Ushul Fiqh أُصُوْلُ الْفِقْهِ secara etimologi terdiri dari dua suku kata yaitu ushul dan fiqh. Berikut ini pengertian dari masing-masing kedua suku kata tersebut a. Pengertian Ushul Ushul أُصُوْلٌ secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun أَصْلٌ yang berarti asal, pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan baik itu yang bersifat fisik maupun nonfisik. Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri. Sebagaimana firman Allah ta’ala أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit QS. Ibrahim 24 b. Pengertian Fiqh Adapun fiqh فِقْهٌ secara bahasa bermakna fah-mun فَهْمٌ yang artinya pemahaman mendalam yang memerlukan pengerahan akal pikiran. Pengertian ini ditunjukkan dalam firman Allah ta’ala وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي *يَفْقَهُوا قَوْلِي dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, sepaya mereka memahai perkataanku, QS. Thaha 27 – 28 Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, fiqh secara terminologi adalah مَعْرِفَةُ الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ بِأَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang terperinci.[1] 2. Pengertian Ushul Fiqh Secara Terminologi Adapun pengertian ushul fiqh secara terminologi adalah عِلْمٌ يَبْحَثُ عَنْ أَدِلَّةِ الْفِقْهِ الْإِجْمَالِيَّةِ وَكَيْفِيَّةِ الْاِسْتِفَادَةِ مِنْهَا وَحَالِ الْمُسْتَفِيْدِ Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari dalil tersebut serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah.[2] Ushul fiqh adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu berupa kaidah-kaidah umum; seperti Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari hukum tersebut. Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari hukum tersebut. Sahnya suatu amalan menunjukkan amalan tersebut telah terlaksana. Dan sebagainya. Kemudian di dalam ilmu ini dibahas pula tata cara pengambilan faedah hukum dari dalil-dalil yang ada dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya; seperti umum, khusus, mutlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan sebagainya. Dengan memiliki ilmu tersebut maka kita bisa mengambil faedah-faedah hukum atau mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil fiqh yang ada. Selain itu, dibahas juga dalam ilmu ini tentang ihwal mustafid. Atau bisa juga disebut dengan mujtahid; yaitu mereka yang memiliki kapasitas ilmu sehingga mampu mengambil faedah hukum dari dalil yang ada. Pembahasan mengenai mustafid ini mencakup syarat-syaratnya, tingkatan-tingkatannya, hukumnya, dan semacamnya. Di sisi lain, dibahas juga tentang muqallid; yakni orang awam yang belum memiliki kapasitas ilmu untuk bisa mengambil faedah hukum. Sehingga mereka mengikuti para mujtahid yang sudah memiliki kapasitas untuk itu. B. Perbedaan Antara Fiqh dan Ushul Fiqh 1. Objeknya Objek kajian atau pembahasan dalam ilmu ushul fiqh secara umum mencakup 3 hal Sumber dan dalil hukum syar’i secara global Hukum syar’i yang terkandung dalam dalil secara global Kaidah ushuliyyah dan metode istinbath hukum syar’i Perbedaannya dengan fiqh adalah Pertama Bahwa ushul fiqh hanya membahas sumber dan dalil hukum syar’i secara global, seperti ijma’ dapat dijadikan dalil, penunjukkan lafadz umum itu bersifat persangkaan, istihsan itu dapat dijadikan hujjah, dan semacamnya. Sedangkan fiqh yang dibahas dalilnya bersifat rinci, seperti dalil wajibnya niat dalam suatu amalan adalah “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” dan sebagainya. Kedua Bahwa ushul fiqh hanya membahas hukum syar’i secara global yang terkandung dalam sebuah dalil; seperti apa hukum yang terkandung dalam dalil ini? Wajibkah? Atau haramkah? Atau selainnya? Sementara fiqh membahas hukum syar’i secara terperinci; seperti niat dalam shalat itu hukumnya wajib, takbiratul ihram itu hukumnya wajib, berbicara dalam shalat itu hukumnya haram, dan sebagainya. Ketiga Bahwa ushul fiqh membahas kaidah dan metode istinbath hukum, sementara fiqh membahas hukum perbuatan mukallaf. 2. Tujuannya Dari segi tujuannya, ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari kaidah dalam rangka menghasilkan hukum syar’i. Sehingga dengan ilmu inilah seseorang bisa mengambil kesimpulan hukum syar’i dari dalil-dalil yang ada. Sementara ilmu fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari status hukum mukallaf atau menetapkan hukum pada setiap perbuatan mukallaf. Dengan ilmu ini maka kita bisa mengetahui status hukum yang diperbuat oleh mukallaf. Dari perbedaan tersebut dapat kita ringkas sebagai berikut Fiqh Ushul Fiqh Dalilnya rinci Dalilnya global Pembahasan hukum syar’i secara rinci Pembahasan hukum syar’i secara global Tujuannya mengetahui hukum perbuatan mukallaf Tujuannya mengetahui kaidah istinbath dalil Agar lebih mudah memahami perbedaan kedua ilmu diatas, tentu kita harus mempelajari keduanya. Dengan mempelajari itulah maka kita akan merasakan dan dapat menyimpulkan perbedaan diantara kedua disiplin ilmu tersebut. C. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqh Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa keberadaan dalil adalah dimaksudkan untuk menghasilkan hukum yang bisa diterapkan. Namun, keberadaan dalil tidak dapat diketahui kandungan hukumnya tanpa adanya kaidah baku untuk menentukannya. Nah, dengan ilmu ushul fiqh inilah kita mempelajari kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada. Maka dapat kita katakan bahwa tujuan mempelajari ushul fiqh adalah agar kita bisa menerapkan kaidah pada dalil-dalil yang ada sehingga bisa menghasilkan hukum syar’i yang bisa diamalkan. Berikut gambaran ringkasnya Kaidah Ushul > Dalil-dalil > Hukum Contoh Dalil perintah menunjukkan hukum wajib > Dirikanlah shalat > Shalat hukumnya wajib D. Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh 1. Menyingkap Hukum Permasalahan Kontemporer Di era modern ini permasalahan kaum muslimin semakin lama semakin kompleks. Banyak sekali masalah-masalah kontemporer yang tidak diketahui status hukumnya. Oleh karena itu, dengan mempelajari ushul fiqh inilah seseorang dapat memecahkan permasalahan tersebut. 2. Mengkaji dan Menguji Ulang Ijtihad Ulama Terdahulu Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kebenaran hanya ada pada Al-Quran dan As-Sunnah. Sementara kebenaran ijtihad para ulama tidak bersifat absolut. Karena bagaimanapun kemampuan mereka dalam berijtihad mereka adalah manusia yang berusaha memahami syariat Islam dengan segenap kemampuan mereka. Yang patut kita pegang adalah bahwa tidak ada satupun dari mereka yang mengklaim ijtihad mereka benar sepenuhnya. Selain itu, banyak sekali terjadi perselisihan pendapat antara salah satu ulama dengan ulama lainnya, terutama dalam permasalahan-permasalahan hukum yang tidak dijumpai dalil tegas yang menunjukkan status hukumnya. Disamping itu, ijtihad yang mereka hasilkan juga terikat dengan ruang dan waktu. Apa yang mereka upayakan dalam menyingkap status hukum suatu permasalahan yang belum ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah tentunya mempertimbangkan kemaslahatan pada tempat dan apa yang terjadi saat itu. Maka dengan ilmu ushul fiqh inilah kita bisa mengkaji dan menguji ulang pendapat-pendapat ulama terdahulu. Sehingga kita bisa mengetahui mana pendapat yang benar atau yang lebih kuat diantara pendapat yang ada sehingga dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum. E. Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqh Berikut ini sejarah singkat perkembangan ilmu ushul fiqh sejak zaman Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam hingga penyusunannya secara sistematis dalam sebuah kitab berjudul “Ar-Risalah” yang disusun oleh ulama yang sangat berilmu Al-Imam Asy-Syafi’I rahimahullah. 1. Masa Nabi shallallaahu alaihi wasallam Pada hakikatnya ilmu ushul fiqh ini sudah ada sejak zaman Nabi. Namun, ilmu ini masih berupa praktek dan belum berupa teori yang di susun dalam kitab-kitab. Bahkan ilmu ini lahir sebelum ilmu fiqh. Karena mustahil fiqh ada tanpa adanya ushul fiqh. Sebagaimana ilmu bahasa Arab, tentunya ilmu bahasa Arab sudah ada sejak dahulu. Namun, baru berupa praktek, belum berupa teori yang dibukukan secara sistematis. Bukti keberadaan ilmu ushul fiqh ini dapat kita ketahui dari kisah Rasul saat mengirimkan pasukannya untuk mengepung perkampungan bani Quraidhah.[3] Sebelum pasukan itu berangkat beliau shallallaahu alaihi wasallam berpesan pada pasukannya لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ “Janganlah salah seorang kalian shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidahah.” Namun, ditengah perjalanan, waktu Ashar pun tiba. Ketika waktu Ashar hampir berlalu sementara perjalanan masih jauh maka sebagian sahabat justru malah melaksanakan shalat Ashar. Sementara sebagian sahabat lainnya tetap melanjutkan perjalanan dan baru melaksanakan shalat Ashar pada malam hari sesampainya di perkampungan Bani Quraidhah. Dari kisah ini terjadi perbedaan pemahaman antara sebagian sahabat dengan sebagian lainnya. Pemahaman yang pertama memahami pesan Nabi secara tekstual, yakni “Tidak akan melaksanakan shalat Ashar apapun yang terjadi hingga sampai di tempat tujuan, yakni perkampungan Bani Quraidhah.” Sementara pemahaman yang kedua, memahami pesan Nabi secara kontekstual, yakni “Bercepatlah agar bisa sampai bani Quraidhah sebelum waktu Ashar tiba sehingga kalian bisa shalat Ashar di sana.” Perbedaan pemahaman ini tidaklah tercela. Karena kedua kelompok ini memiliki dasar masing-masing dalam memahami pesan Nabi. Bahkan, ketika kasus tersebut dilaporkan pada Nabi pun beliau tidak mencelanya. 2. Masa Sahabat radhiyallaahu anhum Pada masa ini permasalahan baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya mulai bermunculan. Tentu permasalahan-permasalahan tersebut perlu diketahui status hukumnya. Terputusnya wahyu dan wafatnya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam menjadikan permasalahan tersebut tidak bisa ditanyakan langsung kepada beliau. Oleh karena itu, para sahabat berusaha keras mengerahkan segenap pikirannya berijtihad untuk menjawab status hukum pada permasalahan tersebut. Karena tuntutan tersebutlah ilmu ushul fiqh semakin berkembang. Mereka para sahabat memperoleh kemampuan berijtihad melalui pengalaman mereka dan pengamatan mereka terhadap cara Nabi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Selain itu, kemampuan mereka terhadap bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya membuat mereka semakin mudah dalam menyingkap status hukum pada permasalahan baru yang dihadapi. Sahabat yang terkenal dengan kemampuannya dalam berijtihad saat itu, diantaranya Empat Khulafa’ur Rasyidin Ibnu Mas’ud Ibnu Abbas Aisyah binti Abu Bakar Ibnu Umar dll 3. Masa Tabi’in radhiyallaahu anhum Pada masa ini lapangan istinbath hukum semakin meluas, seiring semakin banyaknya persoalan yang mereka hadapi sehingga memerlukan kejelasan status hukum pada persoalan tersebut. Dalam menetapkan suatu hukum mereka menggunakan metode yang berbeda-beda; ada yang dengan metode qiyas, maslahah, amal ahli madinah, dan lain-lain. Pada masa inilah mulai muncul corak fikih yang berbeda diantara dua kota yaitu Madinah dan Irak. Beberapa tabi’in yang tampil sebagai mujtahid saat itu, diantaranya Sa’id Ibnu Musayyab Ibrahim An-Nakha’i Alqamah 4. Masa Imam Madzhab rahimahumullah Perbedaan aliran fikih tersebut semakin tampak pada masa Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Aliran tersebut diantaranya Madzhab Ahlir Ra’yi Aliran Fiqh Rasional Madzhab Ahlil Hadits Aliran Fiqh Tradisional Madzhab ahlir ra’yi atau disebut juga madrasah ahlir ra’yi berdiri di Irak yang diprakarsai oleh Imam Abu Hanifah. Sedangkan madzhab ahlil hadits atau disebut juga madrasah alhlil hadits berdiri di Madinah yang diprakarsai oleh Imam Malik. Perbedaan tersebut disebabkan beberapa faktor diantaranya Letak geografis Irak yang jauh dari sumber hadits yakni Madinah Banyak pemalsuan hadits di Irak sehingga sangat berhati-hati dalam menerima riwayat hadits Di Madinah apabila terjadi pemalsuan hadits lebih mudah diketahui mengingat banyaknya ulama hadits di sana. Kebutuhan hukum di Irak sangat kompleks, mengingat di sana adalah kota metropolitan Kondisi Madinah masih homogen dan kebutuhan terhadap hukum tidak begitu kompleks Pada masa Imam Syafi’i perkembangan ilmu fikih menjadi lebih pesat lagi. Adanya perbedaan corak fikih antara Irak dan Madinah menjadikan perdebatan antara ke dua kubu tersebut semakin sengit. Pada masa ini Imam Syafi’i menyaksikan langsung perdedebatan antara kedua kubu madzhab fikih yang berkembang saat itu. Dan saat itu, beliau juga belajar langsung dari kedua aliran fikih tersebut, yakni belajar langsung kepada Imam Malik, dan kepada salah satu muridnya Imam Abu Hanifah, yakni Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani. Dengan pengetahuannya yang luas itulah beliau menyusun secara sistematis metode kerangka berpikir yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menyimpulkan hukum dalam kitabnya yang terkenal “Ar-Risalah”. RINGKASAN A. Pengertian Ushul Fiqh secara bahasa = Pondasi Pemahaman Ushul Fiqh secara istilah = Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh secara umum dan tata cara mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada serta tentang ihwal mujtahid. B. Perbedaan dengan Fiqh Fiqh Ushul Fiqh Dalilnya rinci Dalilnya global Pembahasan hukum syar’i secara rinci Pembahasan hukum syar’i secara global Tujuannya mengetahui hukum perbuatan mukallaf Tujuannya mengetahui kaidah istinbath dalil C. Tujuan Mempelajari Mengetahui kaidah berfikir yang harus ditempuh untuk mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada. D. Manfaat Mempelajari Menyingkap status hukum permasalahan kontemporer Mengkaji dan menguji ulang hasil kesimpulan hukum ulama terdahulu E. Sejarah Singkat Masa Nabi = Baru berupa praktek dan belum menjadi teori Masa Sahabat = Permasalahan baru muncul dan perlu diketahui status hukumnya. Maka para sahabat berusaha segenap kemampuan mereka menyingkap status hukum tersebut dengan ilmu yang mereka miliki. Masa Tabi’in = Permasalahan semakin komplek dan mulai muncul perbedaan aliran fiqh antara Irak dan Madinah. Masa Imam Madzhab = Muncul corak fiqh rasional yang diprakarsai imam Abu Hanifah dan corak fiqh tradisional yang diprakarsai imam Malik. Dua corak tersebut dipelajari imam Syafi’i. Kemudian kerangka berfikir yang beliau tempuh dalam mengambil kesimpulan hukum disusun secara sistematis dalam sebuah kitab berjudul “Ar-Risalah.” [1] Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Ushul min Ilmi Al-Ushul, Daaru Ibni Al-Jauziy hlm. 7 [2] Ibid, hlm 8. [3] Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya no. 4119 dan juga selainnya.

pengertian ulumul qur an secara etimologi dan terminologi